Penerbitan surat utang atau obligasi para emiten di tahun ini merekah. Ini ditengarai oleh ketatnya likuiditas perbankan dalam menyalurkan kredit akibat menumpuknya dana di instrumen moneter.
Pasalnya, penerbitan obligasi dinilai lebih mahal dibandingkan pencarian dana dari perbankan. Perbankan diduga banyak mengalihkan dananya dari Surat Berharga Negara (SBN) ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Ini membuat membuat banyak emiten lebih memilih mencari pendanaan lewat penerbitan obligasi. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan penerbitan obligasi mencapai Rp 78,4 triliun per 19 Juli 2024.
Terbaru, PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) atau Surge melalui anak usahanya, PT Integrasi Jaringan Ekosistem berhasil mengantongi Rp 600 miliar dari penerbitan Obligasi I Integrasi Jaringan Ekosistem (IJE) Tahun 2024.
Direktur Solusi Sinergi Digital Gilman P Nugraha menjelaskan ada beberapa keunggulan ketika menerbitkan surat utang. Salah satunya adalah sebagai sarana diversifikasi sumber pendanaan sehingga minim risiko.
Untuk menerbitkan obligasi harus dapat rating yang diakui secara nasional maupun global sehingga bagus untuk membangun reputasi dan berpotensi penerbitan global bonds, ucap dia kepada Kontan.co.id, Senin (22/7).
Gilman bilang meskipun sekarang suku bunga sedang tinggi, tetapi bunga yang ditawarkan ke investor tetap. Secara cost of fund tidak berubah, berbeda dengan perbankan yang bisa naik turun.
Contoh lainnya, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) alias Spindo menerbitkan Obligasi Terkait Keberlanjutan I Spindo Tahun 2024 (Sustainability-Linked Bond I Spindo) senilai Rp 1 triliun.
Johanes W Edward, Sekretaris Perusahaan Steel Pipe Industry of Indonesia mengatakan ada beberapa pertimbangan Spindo lebih memilih obligasi ketimbang perbankan.
Adapun pendanaan dari bank umumnya memiliki tenor satu tahun bersifat revolving sehingga tetap ada refinancing risk. Sedangkan pendanaan dari pasar modal memberikan opsi dengan tenor yang lebih panjang.
Dari sisi biaya, sudah diperhitungkan bahwa dengan seluruh biaya yang terkait masih menguntungkan. Menurut kami bunga di kisaran 7%–7.35% tidak tinggi, ucap Johanes.
Direktur Infovesta Utama Edbert Suryajaya menilai penerbitan obligasi memiliki keunggulan dari sisi beban bunga yang harus ditanggung bisa lebih kecil bila dibandingkan dengan kredit pada bank.
Di sisi lain, lanjut Edbert, dengan outlook suku bunga diperkirakan akan turun, investor khususnya institusi tentu akan tertarik karena telah mengunci satu level bunga.
Dalam kondisi sekarang yang tentunya diekspektasikan akan lebih baik daripada bunga yang ditawarkan ke depannya ketika suku bunga sudah bergerak turun, katanya.
Namun Head of Fixed Income Research Sinarmas Sekuritas Aryo Perbongso memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi di semester kedua ini akan ada perlambatan karena para emiten menunda rencana penerbitan.
Menurutnya para emiten atau penerbit masih akan menunggu pemangkasan suku bunga oleh The Fed di paruh kedua tahun ini. Saat ini, para emiten juga sudah mulai beralih ke kredit perbankan.
Perusahaan kertas menaikkan harga, pasar sedang membaik
Apakah kacamata AI akan menjadi tren selanjutnya?
Pasar saham A-share terus turun di bawah level rekor
Indeks Hang Seng Turun untuk Hari Kedua, Ditutup 301 Poin Lebih Rendah
Periksa kapanpun Anda mau
WikiStock APP